Senin, 30 Agustus 2010

Dilarang Parkir di Jalur Lambat Malioboro

Jogja – Kepadatan pengunjung di kawasan Malioboro diprediksi akan terjadi selama 10 hari, dan diperkirakan jumlah pengunjung akan mengalami peningkatan pada H-3 Hari Raya Idul Fitri 1431 H. Selain itu, aktivitas pengunjung Malioboro berpotensi meningkat 100 persen dari biasanya, sehingga dipastikan kawasan ini rawan terjadi kemacetan.

Mengingat tingginya kepadatan lalu lintas di kawasan ini, pengunjung tidak dilarang untuk parkir kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor dijalur lambat. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah kepadatan di jalur lambat sehingga pengunjung yang ingin berbelanja ataupun sekedar melihat-lihat di kawasan ini tidak terganggu dengan lalu lintas yang padat. Di kawasan ini Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Malioboro menempatkan posko pengawasan dan pengaduan, diharapkan masyarakat pengunjung Malioboro dapat memanfaatkan fasilitas ini.
Posko pengaduan dan pengawasan ini akan didirikan mulai H-7 hingga H+7 dengan mengambil tiga titik yakni di Kawasan Parkir Abu Bakar Ali, depan UPT Malioboro dan Titik Nol Kilometer dengan melibatkan 100 personil petugas.

Menurut Kepala UPT Malioboro, Purwanto, kawasan Malioboro sangat rawan kemacetan terlebih saat hari raya seperti lebaran,natal dan tahun baru.“Karena Malioboro selalu macet, maka kami mengantisipasi supaya jangan sampai ada kendaraan baik roda empat maupun roda dua serta becak dan andong untuk parkir di jalur lambat. Jadi, kami tegaskan bahwa di semua kendaraan dilarang parkir di jalur lambat, " tegasnya Senin (30/8).

Sementara, dalam pendirian posko UPT Malioboro bekerja sama dengan beberapa instansi seperti Poltabes, Polsek, Polisi Pariwisata, Dinas Ketertiban (Dintib) dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Yogyakarta.**(eyu)

Jumat, 27 Agustus 2010

Sekarjagad Gelar Bazar Batik Ramadhan

Jogja - Paguyuban Pecinta Batik Indonesia Sekarjagad menyelenggarakan Bazar Batik Ramadhan di eks Hotel Tugu Jl. P.Mangkubumi 2 Yogyakarta, 27 - 29 Agustus 2010. Bazar Batik Ramadhan yang diikuti pengrajin batik dari berbagai daerah seperti Lasem, Pati, Kebumen, Bantul, Sleman, Gunungkidul, Kulonprogo dan Imogiri ini secara resmi dibuka Jumat (27/8) yang dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata DIY, Drs. Tazbir, M.Hum

Bazar Batik Ramadhan ini menampilkan berbagai macam produk motif batik dari berbagai daerah dan uniknya adalah pengunjung tidak akan menjumpai kain printing motif batik di bazaar ini. Bazar Batik yang digelar untuk menyemarakkan bulan Ramadhan ini juga menyuguhkan pameran membuat selendang batik hasil lomba tahun 2010. Selain dapat membeli batik, pengunjung juga dapat menikmati hasil karya anak bangsa sebagai ekspresi kecintaan terhadap negeri.

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan bantuan sumbangan 1000 kompor listrik bagi para pengrajin batik di Yogyakarta. Kompor listrik ini sebagai pengganti kompor yang biasa digunakan para pengrajin untuk memasak malam.

Bazar Batik ini juga dimeriahkan dengan pameran mebel eksport design unik, aneka peralatan makan dan minum dan aneka peralatan dapur. Selama pameran, pembeli bisa mendapatkan diskon khusus bahkan event ini bagus untuk sarana belajar para siswa untuk mengenal ragam batik dari berbagai daerah.**(eyu)

Label: , , , , ,

Gundukan Seni di Ngasem

Jogja – Sejak dipindah ke Pasar Satwa dan Tanaman Hias (PASTHY) di Dongkelan,April 2010 lalu, suasana kawasan Ngasem saat ini masih terlihat semrawut karena proyek pembangunan pusat kerajinan. Kesemrawutan ini juga terlihat dengan adanya gundukan tanah uruk yang justru membuat pemandangan tidak sedap.

Kondisi tersebut ternyata mampu dimanfaatkan oleh Kampung Budaya Ngasem yang menanami gundukan tanah atau material uruk tersebut dengan berbagai macam karya seni. Gundukan tanah dan material uruk yang sudah berubah menjadi semak belukar ini disulap menjadi gundukan seni ajang berekspresi atau tempat meluapkan gambaran batin lewat karya rupa sehingga akhirnya gundukan tanah tersebut enak dipandang mata.

Ketua Kampung Budaya Ngasem Yogyakarta, Kompi Setyoko mengatakan penempatan karya-karya seni ini digelar sebagai respon keberadaan tanah uruk yang sekaligus memberikan pembelajaran kepada masyarakat akan pentingnya art in public area. Menurut Kompi, karya seni rupa yang dipajang ini bukan hanya milik seniman yang ada di Kampung Budaya Ngasem saja tetapi karya siapa pun termasuk karya wisatawan.

“Inilah yang ingin kami tunjukkan kepada masyarakat, bahwa tanah uruk ini bisa dimanfaatkan sebagai media berekspresi sehingga sekarang bisa menjadi pemandangan yang enak dilihat. Jika gundukan tanah ini dibiarkan, bukan tidak mungkin lokasi ini akan menjadi hutan mini yang sangat mengganggu,” katanya ketika ditemui, Jumat (27/8).

Gundukan tanah uruk yang berada di salah satu titik di lokasi pembangunan bekas pasar ngasem tersebut, kini hampir penuh dengan berbagai macam karya seni rupa, bahkan sebuah replika burung dengan ukuran besar pun dipajang di lokasi ini bersama sebuah mobil tua. Harapannya lokasi ini bisa menambah daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Taman Sari untuk sekedar mampir melihat karya seni para seniman.**(eyu)

Label: , , , ,

Kamis, 26 Agustus 2010

Ramadhan Bersama Buku di Perpus Kota

Jogja – Ada yang berbeda di Perpustakaan Kota Yogyakarta selama bulan Ramadhan ini. Suasana Bulan Ramadhan tahun ini kian semarak dengan berbagai kegiatan yang mengangkat tema “Meraih Taqwa dengan Membaca”.

Kepala Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah kota Yogyakarta Dra. Sri Sulastri menjelaskan kegiatan Ramadhan di PerpusKota 1431 H merupakan event yang tepat untuk meningkatkan ilmu serta berbagi pada sesama. Perpustakaan Kota Yogyakarta memiliki fungsi sebagai pusat pendidikan serta dalam upaya meningkatkan minat baca dan berusaha meningkatkan layanan kepada masyarakat baik berupa koleksi bahan bacaan, informasi beserta kegiatan pendukung lainnya.

Selama Ramadhan Perpustakaan Kota Yogyakarta menggelar berbagai kegiatan seperti Pesantren Buku. Kegiatan ini berupa Workshop kepenulisan buku/karya tulis ilmiah yang diperuntukkan bagi pendidik dan mahasiswa serta masyarakat umum dalam rangka peningkatan karier ataupun menggeluti dunia perbukuan. Materi ini disampaikan oleh akademisi dimana karya-karyanya telah banyak dibukukan serta digunakan sebagai acuan pembelajaran di sekolah.

Selain itu juga ada kegiatan Diskusi Buku, Bazar Buku, Acara Talk show dan demo kreasi jilbab cantik, Nasyid-Akustik modern dan Ngabuburit di Perpus. Kegiatan Ngabuburit di Perpus ini merupakan kegiatan pengunjung perpus untuk dapat menggunakan waktu sore sebelum berbuka puasa sambil memanfaatkan fasilitas internet.**(eyu)

DapatLaptop(dot)com

Label: , , , , ,

Pameran Identitas dan Eksistensi Tiga Perupa Bali

Jogja – Tiga perupa Bali saling nguda roso yang ditunjukkan dalam sebuah Pameran yang bertajuk Identitas dan Eksistensi yang digelar di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) 24-31 Agustus 2010. Ketiga perupa asal pulau Dewata ini adalah Putu Edy Asmara, Dewa Agung dan Rio Saren ini memamerkan karya seni mereka yang lebih mengusung pada visualisasi masalah identitas dan mengangkat permasalahan sekitar yang dikemas secara sederhana.

Dalam pameran Identitas dan Eksistensi ini, ketiga perupa sama sekali tidak berusaha untuk mengidentifikasi permasalahan yang membuat mereka terlihat heroik, bahkan mereka tidak mengusung narasi besar agar mendapat legitimasi sebagai warga seni rupa kontemporer, namun sebagai ungkapan rasa yang ingin dibagi kepada penikmat seni

Jika melihat karya-karya yang dipajang, Rio Saren mencoba menunjukkan dan lebih merespons benda-benda bekas seperti piring pecah, balok kayu yang remuk dan mengangkat figur-figur yang di media bekas tersebut. Rio bicara tentang identitas yang belakangan kian kompleks sejalan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Sedangkan Putu Edy lebih menonjolkan permasalahan agraris yang tak lagi sederhana di Bali dan Indonesia. Permasalahan produksi padi dan pendapatan petani yang menurun akibat mafia import mejadi tema yang menarik yang ditampilkan Putu. Petani tidak hanya dihadapkan pada modernitas semata tetapi juga kapitalisme yang mampu menyingkirkan adat budaya Bali dengan gotong royongnya
Sementara Dewa Agung, lebih menggambarkan kerinduannya akan keharmonisan manusia dengan alam. Dengan menggunakan obyek gajah yang ditambah dengan aneka hewan seperti burung dan capung, Dewa menunjukkan keharmonisan yang mulai terkikis karena eksploitasi manusia dengan keserakahannya dan berdampak pada kerusakan alam. **(eyu)

Label: , , , , ,

Wayang Hip Hop Prihatinkan Hilangnya Artefak Museum

Jogja - Hilangnya artefak Museum Sonobudoyo Yogyakarta 11 Agustus 2010 lalu mendapat perhatian dari generasi muda yang peduli akan benda-benda purbakala. Keprihatinan dan kepedulian akan hilangnya artefak dan benda purbakala Museum Sonobudoyo Yogyakarta ditunjukkan Gerakan Moral Rekonsiliasi Pancasila (GMRP) dan Paguyuban Tri Tunggal serta Komunitas Wayang Hip Hop KM 7 melalui aksi keprihatinan yang digelar di trotoar depan Gedung Agung Yogyakarta, Rabu sore (25/8).

Aksi keprihatinan yang diwarnai dengan performance arts Wayang Hip Hop ini merupakan ekspresi seni dan budaya yang menggelitik sekaligus mendesak masyarakat Indonesia untuk memohon kepada Presiden RI, khususnya kepada Gubernur DIY yang sekaligus Raja Kasultanan Ngayogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Wakil Gubernur DIY Sri Pakualam IX untuk memperhatikan bencana nilai jati diri dan identitas Yogyakarta, dan bersama-sama peduli akan hilangnya simbol jati diri bagi DIY.

Pertunjukkan Wayang Hip Hop dengan dalang Ki Catur Benyek ini menampilkan tokoh Petruk, Gareng dan Bagong serta sejumlah pemain Hip Hop yang mengenakan kostum wayang orang. Dalam dialognya para Tokoh ini menyindir berbagai kasus di negeri ini termasuk kasus hilangnya artefak museum Sonobudoyo dan meruncingnya hubungan Indonesia – Malaysia.

Pimpinan Paguyuban Tri Tunggal Sapto Raharjo mengajak masyarakat untuk sama-sama peduli akan sejarah. Menurutnya hilangnya artefak dan benda purbakala dari arca-arca candi hanya dijual belikan oleh kolektor asing yang merupakan penyebab pragmatisme masyarakat Indonesia. Fenomena masyarakat yang pragmatis ini disebabkan oleh hilangnya nilai-nilai kulturnya seperti nilai-nilai leluhur di dalam kebudayaannya. Aksi menuntut agar kasus itu diusut tuntas dan pelaku pencurian 87 koleksi emas rtefak kuno itu ditangkap.

Aksi keprihatinan ini juga diwarnai dengan berbagai nyanyian yang bernuansakan jawa disertai dialog sehingga menarik perhatian dari masyarakat maupun pengguna kendaraan bermotor yang melintas di kawasan tersebut, apalagi aksi kepedulian ini membuat masyarakat tertarik untuk menikmati suasana itu sambil menjelang buka puasa. **(eyu)

Label: , , , , , ,

Rabu, 25 Agustus 2010

Komunitas Pasundan Lestarikan Budaya Tradisi

Bantul - Komunitas Pasundan yang ada di Yogyakarta menunjukkan komitmennya dalam mengembangkan seni tradisi sunda kepada pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum yang masih peduli pada kesenian tradisi yang merupakan warisan leluhur. Komitmen ini ditunjukkan Komunitas Pasundan melalui repertoar dalam pementasan yang bertajuk ’Meneladani Guru Bangsa’ yang digelar di Pondok Pesantren Kaliopak, Klenggotan, Sitimulyo, Bantul Minggu (22/8).

Alunan syahdu kecapi dan seruling, membuat kita terbawa pada keindahan alam yang terbentang luas terlebih ditambah suara khas alunan nada sunda menjadikan kekaguman tersendiri. Selama tiga hari 20 – 22 Agustus 2010, Ki Demang Wangsafrudin bersama dua rekannya mementaskan macapat sunda yang tampil dengan kostum khas Jawa Barat. Dalam pentas kali ini Ki Demang membawakan alat musik seruling dan kecapi dengan uyon-uyon untuk mengingatkan kembali semangat mengisi kemerdekaan dengan melestarikan kesenian tradisi.

Pada pentas yang digelar di pondok Pesantren Kaliopak, Komunitas Pasundan ini memainkan lakon ’Rajah Pamunah’, yang mengandung arti doa untuk keseluruhan makhluk hidup, yang didalamnya terdapat uyon-uyon agar semua manusia tetap dilindungi Tuhan.

”Dengan Rajah Pamunah ini, kami mengajak agar semua manusia menyadari akan pentingnya hidup keberagaman tanpa membedakan status, karena manusia sebagai makhluk yang sempurna senantiasa menjalankan perintah Tuhan dengan keyakinanya, terlebih ketika hidup untuk bersama dan berbagi,” ucap Ki Demang.

Ki Demang tergabung dalam komunitas pasundan, kelahiran Banjar Patoman, Jawa Barat 14 Agustus 1968, mengawali berkesenian sunda sejak kecil, karena bermain seni tradisi itu sangat menyenangkan, terlebih ketika tahun1987 masuk ke Yogyakarta kemudian mendirikan ’Komunitas Pasundan’ yang mewadahi semua keluarga besar Jawa Barat yang ada di Yogyakarta.

Komunitas Pasundan yang berada di Jl. Pengok Kidul, Baciro, Yogyakarta ini merupakan wadah seni tradisi dan tempat belajar untuk siapapun. Perbedaan dengan seni tradisi jawa terletak pada bahasa dan alat musik. Ki Demang berharap agar tradisi yang adi luhung ini dapat terus lestari sehingga tidak terkikis oleh hiburan-hiburan yang instan dan modelnya kebarat-baratan.**(eyu)

DapatLaptop(dot)com

Label: , , , ,

Djaduk Ferianto dan Kua Etnika Akan Gelar Konser “Nusa swara”

Jogja - Djaduk Ferianto dan Kua Etnika Yogyakarta, kembali akan menggelar konser musik, yang diberi tajuk Nusa Swara. Konser ini akan berlangsung di Concert Hall, Taman Budaya Yogyakarta pada tanggal 31 Agustus 2010, pkl 20.30 WIB.

Konser ini merupakan bagian dari launching album terbaru Kua Etnika, yang diberi judul “Nusa Swara”. Menurut Djaduk Ferianto, Nusa Swara merupakan sebuah upaya kreatif untuk kembali menafsir dan memaknai apa yang pernah digembar-gemborkan sebagai ‘wawasan nusantara’. Nusa Swara, sebagai judul sesungguhnya mengacu pada ‘nusa’ sebagai entitas kebangsaan, dan ‘swara’ atau suara yang mencoba membunyikan semangat dari ke-nusa-an itu. Dengan begitu, musik yang akan ditampilkan ini sesungguhnya mengacu atau bermain-main dengan idiom Nusantara sebagai sebuah wawasan dan kawasan itu.

“Komposisi dalam Nusa Swara ini sendiri sudah dipersiapkan sejak sekitar setahun lalu. Selama proses pengerjaan komposisi itulah, kami merasakan ada sesuatu yang urgent dan mendesak untuk direfleksikan kembali, yakni soal Nusantara,” ujarnya.

Dalam Konser musik “Nusa Swara” ini nomor-nomor komposisi yang akan dimainkan adalah Tresnaning Tiyang, Bromo, Merapi Horeg, Matahari, Cilik, Kennanemi, Sintren, Kembang Boreh, Nirwana, Reog, dan Ronggeng to Latinos. Dalam komposisi Bromo, Reog, Sintren, misalnya, akan terasa sekali keragaman “suara-suara Nusantara” itu. Beberapa komposisi repertoar yang lain, seperti Nirwana, Ronggeng to Latinos, Ken Nanemmi, memperlihatkan eksplorasi gagasan musik Kuat Etnika, mengenai wawasan kebudayaan Nusantara yang mereka yakini dan hayati bahwa Nusantara adalah sebuah kawasan multi budaya, di mana segala suara datang dari penjuru dunia.

Pada konser Nusa Swara ini, Kua Etnika akan tampil full team, termasuk Trie Utami, yang menjadi vokalis atau penyanyi utama di Kua Etnika. Sementara swelain Djaduk Ferianto, para musisi para musisi Kua Etnika yang lain adalah Purwanto, Indra Gunawan, Agus Wahyudi, Benny Fuad, Dhanny Eriawan, Arie Senjayanto, Sukoco, Sony Suprapto dan Wibowo.

Djaduk berharap dengan Nusa Swara ini, dirinya bersama Kua Etnika dapat membentangkan kembali kawasan kebudayaan Nusantara yang multikultural, beragam, luas dan besar. karena yang dibutuhkan adalah semangat yang toleran, dan saling berdialog antar budaya. Melalui konser Nusa Swara ini, Kua Etnika ingin kembali memperluas cakrawala kesadaran dalam memahami warisan kekayaan kebudaan Nusantara yang melimpah dan menyediakan banyak ruang tafsir bagi dialog yang kreatif dan cerdas.**(eyu)

Label: , , , , , , ,

Jumat, 20 Agustus 2010

Teater Boneka Obati Kerinduan Anak-Anak

Jogja – Sepertinya anak-anak Indonesia merindukan pertunjukkan boneka yang bisa disaksikan langsung, apalagi anak-anak tidak memiliki local hero produk dalam negeri. Pertunjukan teater boneka yang digelar Teater Garasi dan Yayasan Umar Kayam Yogyakarta sejak 18 Agustus hingga 29 Agustus 2010 mendatang ini setidaknya bisa mengobati kedahagaan dan kerinduan anak-anak akan pementasan teater boneka.

Pementasan teater boneka yang bertajuk “Monyet Loe” ini digelar di 7 titik di Yogyakarta yang dibawakan Aletta Smeets dan Ista Bagus Putranto ini bercerita tentang dua ekor orangutan Sumatra yang terpisah. Dalam ceritanya salah satu orang utan diambil oleh manusia dan dipaksa ‘bekerja’ untuk mereka sebagai penghibur. Pertunjukan yang berdurasi satu jam ini bercerita bagaimana Hanoman dan Subali, si orangutan bersama seorang anak jalanan memperjuangkan hidup mereka dan saling membantu. Tokoh orangutan diambil sebagai sentral dari pertunjukan ini mengingat semakin kritisnya populasi orangutan di Indonesia.

Saat teater boneka ini digelar di Ledok Tukangan, Lempuyangan Yogyakarta ini, anak-anak yang menonton pertunjukkan ini terlihat antusias sambil didampingi para orangtua. Mereka pun larut dalam cerita orang utan ini dari awal hingga akhir.

Pertunjukan ini sendiri sudah dikelilingkan di Belanda tahun 2009 dan dengan cerita yang sama, pada tahun ini dikelilingkan gratis untuk anak-anak Indonesia di beberapa kota dan desa-desa di Jawa seperti Solo, Delanggu, Tawangmangu, Pati, Sukolilo, Tegal, Slawi, Jatiwangi-Majalengka, Lembang, Ciwidey, Bandung, Jakarta dan Sumatra. **(eyu)


Label: , , ,

Kamis, 19 Agustus 2010

Pameran Jogja Kota Revolusi

Jogja – Jika tahun lalu sukses menggelar pameran "Pergelaran Foto, Film Dokumenter & Benda Kenangan Fatmawati Sukarno", kini Yayasan Bung Karno bersama Keluarga Besar Pendiri Republik Indonesia kembali menggelar pameran foto peristiwa, film dokumenter dan benda kenangan yang bertajuk "Jogja Kota Revolusi" (1945-1950) di Jogja Gallery Jl. Pekapalan No 7 Alun-Alun Utara Yogyakarta. Pameran yang berlangsung 18 Agustus hingga 19 September 2010 ini sebagai bentuk peringatan 65 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dan 60 Tahun Peringatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Pameran yang memajang sebanyak 91 foto peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 dan pelbagai foto kenangan peristiwa 1945-1950 di Yogyakarta ini secara resmi dibuka oleh Guruh Soekarno Putra, Rabu malam (18/8). Dalam kesempatan tersebut juga hadir Putri proklamator RI Muhammad Hatta, yang juga mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta, didampingi Walikota Yogyakarta Herry Zudianto.

Dari 11 foto peristiwa tersebut, ada 8 foto yang belum pernah terpublikasikan. Selain film video dokumenter kompilasi dari tahun 1945-1949, juga dipamerkan patung Bung Karno, 3 baju masing-masing milik Bung Karno, Bung Hatta & Muhammad Roem, 1 pasang sepatu dan peci Bung Karno, 1 pasang sepatu Bung Hatta, buku-buku dan benda kenangan lainnya.

Pemilihan kota Yogyakarta sebagai tempat penyelenggaraan pameran, dikarenakan wilayah ini memiliki arti perjuangan, mempunyai arti penting dalam perjalanan sejarah kebangsaan Indonesia. Sehingga sangat perlu untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat luas khususnya generasi muda agar memahami dan menghargai perjuangan para pendiri Republik Indonesia.

Foto Dokumentasi peristiwa Proklamasi Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah bagian sangat penting dalam sejarah bangsa, dan untuk pertama kalinya akan ditampilkan dokumentasi foto yang belum pernah terungkap selama ini. Sementara tim kurator pameran terdiri atas Dr. Rushdy Husein, Drs. Edi Elison, Drs. Giat Wahyudi, Ir. Bambang Eryudhawan, dan Sigit Lingga.**(eyu)


DapatLaptop(dot)com

Label: , , , , ,

Kamis, 12 Agustus 2010

Berburu Penganan Berbuka Puasa di Pasar Kauman

Jogja – Anda bosan dengan hidangan berbuka puasa yang itu-itu saja? Bingung mencari menu untuk berbuka, bahkan sahur? Di Yogyakarta Anda bisa dengan mudah menemukan pusat penjual makanan musiman, terutama di Bulan Ramadhan dan satu tempat unik yang bisa menjadi alternatif tujuan berburu makanan untuk berbuka adalah Pasar Sore Ramadhan Kauman. Seperti sudah menjadi tradisi di setiap tahunnya, setiap kali bulan Ramadhan salah satu gang di kawasan Kauman disulap menjadi pasar tiban yang menjual berbagai macam menu pembuka buasa. Di salah satu gang sempit sepanjang 100 meter dengan lebar sekitar dua meter yang berada di jalan KH Ahmad Dahlan Yogyakarta ini sejak pukul 3 sore sudah mulai dipadati penjual maupun pembeli aneka macam jajanan dan lauk-pauk. Pemandangan seperti ini sudah menjadi pemandangan yang biasa di setiap bulan Ramadhan, yang kemudian dikenal dengan nama Pasar Sore Ramadhan Kauman.

Berdasarkan pantauan Rabu sore (11/8) suasana di gang Kauman ini memang sudah dipadati oleh pengunjung yang datang bahkan pengunjung harus berdesak-desakan untuk mencari makanan yang ingin dibeli. Sejak memasuki pintu masuk gang pasar Kauman, pengunjung langsung mendapati berbagai macam menu makanan yang dijual oleh ibu-ibu warga Kauman dan sekitarnya. Makanan dan minuman khas buka puasa ini tersedia dengan berbagai macam menu seperti lauk-pauk, gorengan, sayur dan minuman segar seperti es buah dan es kopyor.

Pasar Sore Ramadhan yang berada di wilayah RW 10 dan RW 13 Kauman ini sudah ada sejak lama yang sudah menjadi bagian dari wisata kuliner kota Yogyakarta di setiap bulan puasa. Pasar Sore Ramadhan Kauman ini menawarkan berbagai macam menu makanan dan minuman untuk buka puasa maupun untuk makan sahur. Dalam perkembangannya, ada beberapa makanan khas Kauman yang dijual hanya pada bulan Ramadhan seperti kicak, lumpur, bubur saren, semar mendem, serabi kocor yang biasa disantap sebagai buka puasa, namun kini ada puluhan jenis aneka macam lauk-pauk maupun jajanan yang tidak hanya berasal dari Kauman saja.

Pasar Kauman yang selalu dipadati oleh para pengunjung ini memang menjadi daya tarik masyarakat yang datang dari luar Yogyakarta bahkan pasar sore ini sudah menjadi program tahunan untuk mendukung program wisata kuliner yang dicanangkan pemerintah setempat. Keberadaan Pasar Sore Ramadhan Kauman ini diharapkan dapat menaikkan taraf hidup masyarakat, karena sekitar 85 persen penjual di pasar ini setiap hari (di luar bulan Ramadhan) juga penjual makanan dan minuman, sedangkan yang 15 persen penjual musiman yang hanya berjualan di saat bulan Ramadhan.

''Hampir setiap bulan puasa saya ke sini, mas. Menu yang sering saya beli, Kicak dan makanan lain yang bisa untuk buka puasa sekalian beli untuk makan sahur. Kalau anak-anak memang biasanya suka beli es atau makanan ringan, “ kata Rima warga Jalan Kaliurang.

Pasar Sore Ramadhan Kauman ini memiliki menu istimewa yang seringkali dicari pengunjung yakni Kicak. Kicak merupakan makanan yang terbuat dari jadah/uli yaitu ketan yang diberi parutan kelapa dan gula pasir. Untuk melengkapi cita rasa di atasnya diberi potongan nangka dan daun pandan ada yang dijual dalam kemasan plastik dan ada juga yang dibungkus dengan daun dan kertas. Harganya yang dibungkus daun dan kertas Rp 1.250 sedangkan yang dibungkus plastik mika Rp 1500 per buah.

Pasar Sore Ramadhan Kauman ini setidaknya bisa menjadi tujuan utama Anda dalam mencari penganan menu berbuka puasa ataupun sahur. Dengan harga yang relatif murah, Anda akan bebas sepuasnya memilih menu makanan dan minuman yang disuka.**(eyu)

DapatLaptop(dot)com

Label: , , , , , ,

Ngabuburit Di Kawasan Lembah UGM

Sleman – Suasana di kawasan lembah UGM, Rabu sore (11/8) terlihat berbeda dibandingkan hari-hari biasanya. Memasuki bulan Ramadhan, suasana di kawasan ini mulai diramaikan oleh para pedagang tiban yang menjual makanan ataupun minuman untuk berbuka puasa. Selain para pedagang kaki lima yang memang sudah biasa jualan, banyak mahasiswa yang tak mau ketinggalan ikut memanfaatkan moment ini untuk menambah pemasukan.

Berbagai macam penganan ditawarkan para pedagang yang mayoritas adalah mahasiswa ini memang sudah terjadi sejak lama dan kegiatan ini menjadi tradisi setiap bulan ramadhan tiba. Menu yang ditawarkan para pedagang dadakan ini memang cukup praktis mengingat berjualannya di pinggir jalan. Sejumlah menu dapat ditemui dengan mudah seperti kolak pisang, es blewah, es buah, es kelapa, resoles dan menu makanan ringan lainnya. Kawasan sekitar UGM memang bisa dibilang tempat ngabuburitnya anak muda kota Yogyakarta yang mulai menyerbu wisata kuliner dadakan ini mulai pukul 4 sore hingga magrib tiba.

Salah satu daya tarik kawasan ini adalah harga makanannya yang relatif murah. Ada yang dijual serba seribu rupiah, atau ingin membeli kolak seharga Rp 1.500 pun ada. Harga makanan dan minuman pembuka puasa ini memang cukup terjangkau di kantong anak-anak muda, apalagi bagi anak muda selain ngabuburit cari makanan pembuka juga bisa jalan-jalan sambil cuci mata.

Septa, salah satu mahasiswa penjual makanan pembuka puasa mengaku, tahun ini adalah tahun keduanya berjualan di bulan ramadhan. Baginya berjualan di bulan ramadhan adalah kegiatan untuk mengisi waktu sekaligus mencari tambahan uang saku.
“Iya ini sudah jadi tradisi, kayaknya rame kalo ikut-ikutan jualan di bulan puasa. Itung-itung buat cari kegiatan dan nambah penghasilan,mas. Kalo soal penghasilan ya lumayanlah yang penting cari kegiatan positip aja di bulan puasa,” katanya di kawasan Lembah UGM.

Di Kawasan Lembah UGM ini semakin sore, semakin dekat waktu berbuka puasa, jalan di seputaran UGM sekitarnya makin padat dengan kendaraan yang datang bahkan masyarakat yang berebut belanja makanan ataupun minuman pembuka puasa kian berjubel.**(eyu)

Label: , , , , , ,

Rabu, 04 Agustus 2010

Sosrowijayan Butuh Penataan Demi Destinasi Wisata

Jogja - Kawasan Sosrowijayan di Kelurahan Sosromenduran, Gedongtengen Yogyakarta membutuhkan penataan dan pencitraan untuk menjadikan kawasan ini menjadi destinasi wisata. Penataan terhadap kawasan Sosrowijayan ini dilakukan untuk menarik kunjungan wisatawan yang datang ke Yogyakarta dan memutuskan untuk menginap di hotel maupun penginapan yang ada di Jl.Sosrowijayan.

Sosrowijayan yang berada di kelurahan Sosromenduran ini sebenarnya memiliki potensi untuk membantu mendukung kunjungan wisatawan di kawasan Malioboro. Image buruk terhadap keberadaan Sosrowijayan yang berdekatan dengan Pasar Kembang ini, menurut Tokoh Masyarakat Kelurahan Sosromenduran, Eddy Karyono, memang harus diubah. Pencitraan terhadap kawasan Sosrowijayan menjadi hal yang utama demi mewujudkan target menjadi destinasi wisata. Berbagai macam kesenian dan kegiatan kepemudaan seringkali digelar di kawasan ini seperti pelatihan jathilan, latihan keroncong maupun pentas seni serta pertunjukkan musik.

Eddy Karyono mengatakan, untuk mensinergikan keinginan dan cita-cita menjadikan sosrowijayan menjadi destinasi wisata, kelurahan Sosromenduran akan menggelar Festival Apem yang direncanakan akan digelar Minggu 8 Agustus 2010 pukul 08.00 WIb di kawasan Sosrowijayan. Festival Apem yang akan diikuti 150 kelompok maupun perorangan ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memberdayakan potensi yang dimiliki kelurahan Sosromenduran.

“Kami sudah melakukan dialog dengan warga,pemerintah dan pelaku usaha. Kegiatan festival apem ini merupakan salah satu upaya untuk mencitrakan kawasan sosrowijayan menjadi destinasi wisata yang tidak lepas dari keberadaan Malioboro,” katanya Rabu (4/8).

Festival Apem ini sendiri akan diselenggarakan dalam bentuk pembuatan apem massal yang akan diikuti kelompok maupun perorangan yang terdiri dari 54 kelompok RT RW dari kelurahan Sosromenduran, 79 Kelompok dari kelurahan Pringgondani dan sisanya dari masyarakat pelaku usaha. 150 kelompok dan perorangan ini akan berkompetisi dalam pembuatan apem yang nantinya akan digunakan untuk kenduri dan sebagian lagi akan dibagikan untuk para wisatawan yang berkunjung di kawasan tersebut.**(eyu)

Label: , , , , , , , ,

Senin, 02 Agustus 2010

22 Dancer Tampil di Danceology : “Life Stories Through Body”

Jogja – Sebanyak 22 Pedansa tampil mempesona dalam pementasan tarian latin Danceology yang berjudul “Life Stories Through Body” di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, Minggu malam (1/8).

Pementasan tari latin akbar pertama di Yogyakarta yang diikuti para atlet dansa dari Bantul, Sleman dan Yogyakarta ini merupakan event pertama dan terbesar di Yogyakarta. Delapan koreografi mampu memberikan pertunjukkan yang ditampilkan para dancer yang diiringi music oleh Mr Dance and Jazz Legacy. Dengan sentuhan artistik dan property serta tata lampu yang yang mendukung tiap koreografinya, para dancer atau penari latin ini mampu menunjukkan kemampuannya yang spektakuler.

Pementasan danceology ini menjadi sebuah acara yang mengkomunikasikan keberadaan latin dance yang telah menjadi sebuah cabang olahraga dansa di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Pementasan yang berdurasi satu jam ini diharapkan dapat mengenalkan tarian latin ini ke masyarakat sekaligus menepis anggapan bahwa dansa adalah tarian yang sifatnya eksklusif. Pementasan tari latin ini sendiri menampilkan delapan koreografi seperti tarian cha-cha, tarian samba, tarian rumba, paso double, dll.

Meski tidak memiliki target khusus namun pementasan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman dan pengenalan kepada masyarakat akan keberadaan dance latin di Yogyakarta khusunya. **(eyu)

Label: , , , , ,

Repertoir Dalam Pertunjukkan Tari Fitri Setyaningsih

Jogja – Selama tiga hari berturut-turut sejak Jumat (30/7) hingga Minggu (1/8) Koreografer Fitri Setyaningsih salah satu dari lima koreografer tari wanita muda yang memperoleh grand program “Empowering Women Artist (EWA) dari Yayasan Kelola mementaskan pertunjukkan tari yang berjudul “Selamat Datang Dari Bawah”. Selain Fitri, empat wanita muda lain yang memperoleh grand adalah Naomi Srikandi, Maria Tri, Eno S serta Della.

Pertunjukkan tari yang digelar di Ican Gallery Jl.Suryodiningratan 30 Yogyakarta ini Fitri Seyaningsih menampilkan tiga repertoir hasil koreografinya. Tiga repertoir itu adalah “Lubang Cahaya Bernafas (Pesan dari Franz Schubert), “Dataran Yang Terus Ke Dasar (Pesan dari Zen)” dan “Penyusup Dalam Tubuh (Pesan dari Udara)”.

Konsep pertunjukan tari dalam tajuk “Selamat Datang Dari Bawah” ini adalah pertunjukan yang lebih merupakan instalasi dalam proses terjadinya mutasi-mutasi gerak dan negoisasi tubuh dengan lantai tempatnya berpijak. Eksplorasi gerak yang dilakukan dalam pertunjukan tari ini lebih banyak mengandalkan naluri-naluri gerakan ke bawah atau ke dasar. Selama ini, dominasi atas selalu menguasai naluri sehingga banyak yang melakukan negoisasi gerak ke atas.

Afrizal Malna, penata artistik pementasan mengatakan pertunjukan tari ini seperti pertunjukan hubungan mistik antara tubuh dan dataran. pencapaian gerakan yang hadir dalam pertunjukan ini adalah hasil dari kerja-kerja workshop secara internal maupun eksternal untuk pengolahan ide maupun gerak tari. Secara ekternal mereka berinteraksi dengan alam. Secara internal mereka berkomunikasi di dalam studio.

“Tubuh itu selalu terdekonstruksi oleh ruang atas. Ruang bawah tubuh itu selalu mengikuti ruang atas. Kepala, mata selalu menjadi lakon dan tidak menyadari bagian bawah tubuh. Sekarang ada upaya untuk mencari imaji dari bawah dan atas seperti ditiadakan,” katanya.

Sejak Februari 2010, penari-penari yang terlibat dalam event “Selamat Datang Dari Bawah” ini terlibat dalam workshop yang intens untuk mendapatkan keinginan-keinginan maksud dari pementasan yang akan dilakukan, karya-karya organik. Dalam workshop tersebut para penari menghasilkan motif-motif gerakan di hutan, di alam juga di studio. Sementara satu hal yang istimewa dan menarik dari gelaran pertunjukan tari “Selamat Datang Dari Bawah” ini adalah para penari yang terlibat didalamnya bukanlah para penari asli tetapi berasal dari pelaku seni lain bahkan mempunyai pekerjaan tidak sebagai penari. **(eyu)

Label: , , , , ,

Sekartaji Ayuwangi Sang Penari Ramal

Jogja – Banyak peramal yang melakukan kegiatan meramalnya tanpa disertai unsur seni, tapi tidak bagi Arta. Peramal muda ini justru meramal sambil menari hingga dia menyebutnya sebagai ramal tari. Pemilik nama lengkap Sekartaji Ayuwangi ini memulai karir meramalnya sejak 7 tahun yang lalu dan menekuni secara professional sejak tahun 2007 di Yogyakarta. Bagi Arta – panggilan akrabnya –ramal tari yang ia ciptakan adalah ramal yang dikolaborasikan dengan tarian yang hanya ada di Indonesia, bahkan di dunia belum ada yang melakukan ini. Menurut gadis kelahiran 1 Juli 1984 ini meramal adalah belajar mengetahui dan memahami proses kehidupan seseorang hingga akhirnya ia menciptakan tari ramal sesuai apa yang ia rasakan dalam perjalanan hidupnya.

“Ide ramal tari ini muncul dari sebuah proses perjalanan hidup saya sebagai penari dan peramal. Apa yang saya lakukan adalah mengambil energi seseorang dari alam bawah sadar dengan gerakan yang sesuai dengan apa yang saya rasakan,” kata mahasiswi D3 Fakultas Hukum UGM ini.

Kebiasaan Meramal dilakukan Arta sejak ia berusia 16 tahun, saat dirinya duduk di bangku SMA di SMA Muhi Yogyakarta. Saat SMA ia sering mengalami trance atau hal-hal yang aneh yang terjadi pada dirinya seperti kerasukan. Anak tunggal dari pasangan Tri Samekto dan Hayati ini bahkan sempat dibawa ke psikiater untuk penyembuhan atas hal-hal aneh yang ia alami ini. Setelah menjalani puasa akhirnya Arta mengetahui tentang kelebihan yang ia miliki hingga akhirnya ia menekuni dunia meramal.

Dalam performance ramal tari yang digelar di Cups Café Jl.Gayam Yogyakarta, Minggu malam (1/8), Arta yang mengenakan long dress bunga-bunga dengan tato bunga mawar di pipinya langsung nembang dengan iringan biola dan mencari seorang penonton perempuan untuk diramal di atas panggung yang berukuran 1x1 meter. Dengan menari, Arta mencoba mengambil energi yang dimiliki seorang penonton yang menengadahkan kedua tangannya untuk diramal. Dalam waktu lima menit Arta sudah berhasil melihat masa depan ataupun peruntungan seorang penonton. Arta kembali mencari seorang penonton laki-laki untuk diramal.

“Sempat takut juga ketika diajak ke atas panggung,soalnya ini baru pertama kali saya diramal. Mbak Arta melihat kalau umur saya akan panjang, dan sebetulnya saya punya energi yang besar namun tidak dimanfaatkan secara maksimal.Ya,senang saja rasanya diramal semoga ini bisa membuat saya lebih mawas diri,” kata Antok seorang penonton yang diramal.

Meski hanya menggelar performance berdurasi 10 menit namun Arta mampu mempertontonkan aksi yang menarik dan baru kali pertama meramal sambil menari. Tepuk tangan penonton pun mampu memberikan semangat atas apa yang ditampilkan gadis yang tinggal di Jogja Utara ini. Arta berharap apa yang ia lakukan ini bisa membangkitkan energinya apalagi banyak peramal yang melupakan seni, makanya salah satu performance yang menarik adalah ramal tari.**(eyu)

Label: , , , , ,

Minggu, 01 Agustus 2010

Festival Malioboro 2010 Mengembalikan Ruh Malioboro

Jogja – Banyak kalangan menilai Malioboro sudah kehilangan ruhnya, dimana kesibukan dan kemacetan terus mewarnai kawasan jantung kota Yogyakarta ini, termasuk romantisme malioboro yang kian memudar. Kawasan Malioboro yang merupakan ikon pariwisata kota pelajar ini sampai sekarang masih terkesan kotor, kumuh, dan semrawut. Jika tidak ditangani dengan baik dikhawatirkan bisa menurunkan citra pariwisata di kota ini. Apalagi kawasan ini tidak saja menjadi salah satu tempat tujuan wisatawan, namun juga sebagai pusat bisnis dan perkantoran di Kota Yogyakarta.

Untuk mengangkat citra Kota Yogyakarta sekaligus mengembalikan ruh Malioboro, Dinas Pariwisata Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar Festival Malioboro 31 Juli – 1 Agustus 2010. Kegiatan Festival Malioboro ini diikuti 10 propinsi di Indonesia ini yang dimulai Sabtu sore (31/7) dengan Kirab Budaya dan Pawai kesenian dari berbagai daerah yang start dari Taman Parkir Abu Bakar Ali Yogyakarta menuju Benteng Vredeburg. Selain kirab budaya dan kesenian dari masing-masing daerah di DIY, kegiatan ini juga diisi food bazaar, pentas seni, lomba foto serta lomba kebersihan pedagang kaki lima. Kirab Budaya dan Pawai Kesenian ini mewarnai kawasan malioboro yang dipadati masyarakat . Event yang sudah kali kedua ini melibatkan perwakilan mahasiswa dari berbagai daerah yang ada di Yogyakarta, yang juga didukung para seniman.

Kasi Promosi Dinas Pariwisata Propinsi DIY, Dra.Putu Kertiyasa mengatakan pihaknya berusaha melakukan sesuatu yang berbasis budaya sebagai pengkayaan Jogja sebagai kota wisata melalui pertunjukan seni dan budaya serta atraksi kesenian dari masing-masing kabupaten di DIY. Festival Malioboro ini sengaja diangkat layaknya street art lainnya, namun kawasan Malioboro-lah yang menjadi panggung kesenian sehingga diharapkan dapat menarik wisatawan untuk menyaksikan berbagai macam kesenian dari DIY.

“Malioboro integrated menjadi panggung bersama, panggung terpanjang. Malioboro merupakan pusat pertumbuhan, sehingga tidak hanya berbelanja tapi juga menyaksikan pertunjukkan seni dan budaya,” jelasnya.

Festival Malioboro ini berbeda dibandingkan festival budaya lainnya yang diselenggarakan di kawasan malioboro sehingga event tahunan ini memiliki kekhasan yang setidaknya mampu melibatkan daerah lain seperti komunitas pelajar dari daerah lain**(eyu)

Label: , , ,