Pameran Identitas dan Eksistensi Tiga Perupa Bali
Dalam pameran Identitas dan Eksistensi ini, ketiga perupa sama sekali tidak berusaha untuk mengidentifikasi permasalahan yang membuat mereka terlihat heroik, bahkan mereka tidak mengusung narasi besar agar mendapat legitimasi sebagai warga seni rupa kontemporer, namun sebagai ungkapan rasa yang ingin dibagi kepada penikmat seni
Jika melihat karya-karya yang dipajang, Rio Saren mencoba menunjukkan dan lebih merespons benda-benda bekas seperti piring pecah, balok kayu yang remuk dan mengangkat figur-figur yang di media bekas tersebut. Rio bicara tentang identitas yang belakangan kian kompleks sejalan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Sedangkan Putu Edy lebih menonjolkan permasalahan agraris yang tak lagi sederhana di Bali dan Indonesia. Permasalahan produksi padi dan pendapatan petani yang menurun akibat mafia import mejadi tema yang menarik yang ditampilkan Putu. Petani tidak hanya dihadapkan pada modernitas semata tetapi juga kapitalisme yang mampu menyingkirkan adat budaya Bali dengan gotong royongnya
Sementara Dewa Agung, lebih menggambarkan kerinduannya akan keharmonisan manusia dengan alam. Dengan menggunakan obyek gajah yang ditambah dengan aneka hewan seperti burung dan capung, Dewa menunjukkan keharmonisan yang mulai terkikis karena eksploitasi manusia dengan keserakahannya dan berdampak pada kerusakan alam. **(eyu)

0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda